Adalah Dessyrachms kawan perempuan saya yang berasal dari Kota Gadis dan baru saja menyelesaikan gelas master nya di ISI Jogja. Doi baru-baru ini mengunggah video durasi 1 menit di instagram yang mengajak para netizen pada umumnya dan f(ans)ollowers pada khususnya untuk menilik sebuah karya yang baru dia rampungkan.
Zine Kebun Tebu #1, begitu kata doi di video. Dari kata pertama saja saya sudah sangat tertarik, Zine. Bagi sebagian orang awam, mungkin kata Zine terdengar sangat asing. Terbukti ketika sedang menulis artikel ini, dua kawan disebelah saya yang diam-diam mengintip tulisan saya tiba-tiba bertanya, “Eh..Zine? Zine itu apa sih?”.
People jaman now mah gak usah bingung kalo pengin tau sesuatu. Tinggal pergi tanya sama Simbah. Simbah bilang kalau Zine adalah media alternatif semacam majalah (Magazine) yang diterbitkan secara perorangan ataupun kelompok kecil dan direproduksi dengan cara foto kopi. Zine biasanya terdiri dari gambar dan tulisan. Kontennya pun macam-macam mulai dari persoalan politik, musik, seni, gaya hidup bahkan curhatan-curhatan pribadi semua bisa dijadikan Zine. Zine dikerjakan secara non profit dan non konvensional dimana tidak terikat deadline dan tuntutan tata bahasa yang baku. Semua dikerjakan sebisanya. Zine tidak diperjual belikan, jika ingin membeli Zine cukup dengan biaya ganti foto kopi saja. Nggih Mbah sendiko dawuh….*manggut-manggut
OK..OK..kembali ke Zine Kebun Tebu #1
Well.. saya sendiri baru beberapa kali mendengar kata Zine dan bahkan belum pernah bertemu langsung dengan Zine. Beberapa bulan lalu seorang kawan sempat menawarkan Zine juga, namun karena kesibukan masing-masing akhirnya tak sampailah si Zine itu kepangkuan saya. Yaelahhh…si jomblo baper pake pangku pangku segala…
So…Voilaaa!! Zine Kebun Tebu #1 adalah Zine pertama yang saya baca. (tepuk tangan, prok prok prok..!). Kudet kok bangga. Saya langsung tertarik dengan Zine ini karena saya sudah menebak konten Zine tersebut pasti tak jauh dari persoalan dan isu perempuan. Mudah saja, karena Dessy beberapa kali sempat berbicara dengan saya mengenai isu tersebut dan kita sama-sama mengamini. Bedanya dia concern speak up melalui karya-karyanya dan saya cuma diam duduk manis nonton sambil makan popcorn. Glundang glundung sambil baper-baperan mikirin mantan, Hahhaha..tolong yang ini jangan ditiru..
Pertama kali membuka halaman pertama mata saya dibuat penasaran oleh statement “Tapi mereka suka yang sudah menjadi gula manis-manis tidak manja siapa yang suka?”. Woww..saya mencoba menerka-nerka maksud dari kalimat tersebut. Namun masih mengambang, gak nyampe, yah gagal paham..yah tumpul nih otak kelamaan hibernasi..yah..
Kemudian saya lanjut membaca..Dan..ahaaa!! Benar saja!! Seperti dugaan sebelumnya. Di halaman pertama Zine pojok kanan bawah ditulis dengan jelas bahwa seluruh kontributor Zine adalah perempuan. Perempuan yang berjumalah 13 orang akan menyuarakan pikirannya ke dalam sebuah tulisan setebal 44 halaman. Mengumpulkan nyali untuk menembus garis kasat mata yang selama ini membatasi ruang gerak mereka. Uuhhmm…mereka? sepertinya saya turut serta, mungkin kamu juga..iyaaa kamu para betina! uh..patriarki. Fix ekspektasi saya mengenai Zine ini semakin tinggi, saya semakin penasaran ingin segera membaca hingga rampung. Mangpraaangg!!!
Detik berikutnya, saya sudah tenggelam ke dalam pemikiran-pemikiran para penulis. Merasakan kalimat demi kalimat yang disampaikan, cerita-cerita yang diutarakan dan pesan-pesan yang disuratkan serta ilustrasi-ilustrasi yang simple tapi sangat mengena. AHH!! Sebenarnya semua yang mereka tulis adalah hal-hal yang sangat biasa terjadi disekitar kita. Disekitar saya. Hal-hal sederhana yang secara tidak sadar kita sering melakukannya. Hal-hal sederhana yang memperbudak diri kita dan memaksa kita menjadi orang lain. Ohh…manisnya wanita kekinian. Semuanya dikemas dengan lugas tanpa tedeng aling-aling. Karya yang sangat jujur dan menyentuh dari perempuan untuk perempuan. Hampir semua cerita saya suka dan saya pernah mengalaminya. Damn Dess!!. You did it! YOU REALLY DID IT!! Suara saya terwakilkan.
Akhirnya, “Tapi mereka suka yang sudah menjadi gula manis-manis tidak manja siapa yang suka?” saya interpretasikan sebagai bentuk realitas jaman sekarang dimana banyaknya tuntutan standarisasi terhadap kaum perempuan. Sedikit dari mereka yang melenceng jauh dari standarisasi akan menuai public judmental, dianggap aneh, tidak sama dan cuma sekedar upil singa yang pada akhirnya dikucilkan. Hati-hati…upil singa yang memiliki karakter masing-masing ini kalo bersatu bisa membuat singa sekuat apapun mati sekejap, iyelah…idungnya mampet kagak bisa nafas, hahahha
Saya perempuan, saya bangga menjadi perempuan, saya harus bisa menjadi perempuan seperti apa yang saya mau. Bukan kamu mau, bukan dia mau, bukan siapapun.
Ahhh..Dess..gondess..jujungankuh!! Keren!
Zine Kebun Tebu #1 bisa di download disini
Bagi yang menghendaki rilisan fisiknya silahkan hubungi @dessyrachms
Salam Upil Singa,
Gesavitri